Juni 2007, bulan paling menyeramkan dalam hidupku. Aku yang masih`berwujud gadis kecil, buta akan dunia luar, tiba tiba harus pindah untuk melanjutkan pendidikan ke SMA. Sungguh tak pernah terbayangkan sebelumnya, betapa sedihnya harus meninggalkan kampung halamanku yang damai, tapi ini mimpi, mimpi yang harus dikejar dan digapai, harus kulalui dengan usaha.
Pagi itu tepat seminggu aku di Banjarmasin, kota kecil yang menurutku amat besar. Ayah ibuku yang telah menemaniku selama seminggu pun harus pulang. Berat sekali aku melepas mereka, tapi ya sudahlah. Apa dayaku, hanya bisa menahan tangis dalam hati melihat kepergian mereka.
Di Banjarmasin, aku di terima di sebuah SMA Favorit. SMA dengan segudang prestasi, dan murid muridnya yang terkenal karena kecerdasannya. Aku gentar, nyaliku ciut, rasanya ingin melebur saja ke dalam tanah saat hari pertama masuk sekolah. Tak ada yang menemaniku, tak ada yang menegurku, bahkan beberapa dari mereka malah mengejekku karena logat Jawa ku yang kental. Aku pasrah, tak bisa berbuat apa-apa. Aku tertawa saja saat mereka menertawakanku, padahal sakit rasanya. Ingin rasanya ku tonjok wajah mereka yang putih-putih itu (Astaghfirullahhaladzim...).
Namun sungguh luar biasa, Alhamdulillah setelah beberapa hari, aku mendapatkan teman juga. Meskipun ejekan-ejekan itu tak pernah hilang, aku tetap senang. Setidaknya ada yang menerima aku apa adanya dan tidak menertawakan aku saat aku bicara. Fireal! Dia temanku yang pertama. Gadis dengan nama yang unik. Setelah itu ada Vinna, teman sebangku ku, Evi, Ika, Mitra dan lain lain.
Aku menjadi makin ciut setelah mendengar prestasi prestasi teman-temanku. Ada yang menjadi duta Biologi saat SMP, nilai UAN hampir sempurna, Debater, dan lainnya. Tapi, kuteguhkan hati, kuluruskan niat, aku memang bodoh, aku disini karena itu. Setidaknya aku punya alasan yang benar untuk berada disini, di kota asing yang membuatku sedikit risih.
Aku tinggal di rumah lelek (sebutan untuk tante: Jawa)ku, yang merupakan adik dari ayahku. Dirumah aku hanya mendekam di kamar, entah kenapa aku berubah menjadi apatis, egois, tak begitu peduli dengan urusan orang. Yah, mungkin aku harus begini untuk mengadaptasikan diriku dengan keadaan lingkunganku yang sekarang.
Hari-hari ku lalui, awal yang sangat sulit itu telah kulalui. Setelah beberapa bulan, semua terasa lebih mudah, memang masih ada saja tawa aneh yang menyakiti hatiku, tapi tak ku anggap lagi. Telingaku terasa telah menebal, tak mempan lagi, batinku.
Pada pembagian raport semester pertama, Alhamdulillah aku masuk 10 besar. Aku peringkat 7, aku ternyata tak seburuk yang aku bayangkan, aku tak peduli orang lain lebih buruk atau lebih jelek daripada aku, aku syukuri yang aku dapatkan. Dan liburan semester adalah hadiah yang paling berharga untuk seorang gadis kecil perantauan seperti aku, tak ada yang bisa menggantikannya. Aku pulang dengan semangat, hatiku penuh dengan suka cita, tak ada ruang untuk sakit hati, sekecil apapun itu.
Semester II dimulai, awal baru (lagi) bagiku. Aku yang dulu rapuh dan miskin semangat, kini sudah tak lagi seperti yang dulu. Aku yang baru. Kujalani semua dengan semangat, semangat dan semangat.
Ketika Raport semester II dibagikan, aku terkejut. Aku masuk 3 besar, Alhamdulillah. Aku hampir menangis, bagaimana bisa, aku gadis kampung yang kuper, selalu ditertawakan saat bicara, dan tak ada apa-apa dibandingkan yang lain. Haahaa... Sepanjang malam aku hanya tersenyum saja.
Seperti itu akhirnya kehidupan akademikku, Alhamdulillah, meningkat dari tahun ke tahun.
Di kelas 2 SMA, aku tak lagi jadi kaum minoritas. Aku sudah bisa melebur, berbaur dengan yang lain. Aku dan 11 temanku yang lain iseng -iseng membuat sebuah perkumpulan. Laskar SeLeb, begitu namanya. Kata Firda, LS itu, singkatan dari Laskar Semua Lebay. Haaahaa, aneh memang, tapi kami senang, kami bersahabat, 12 orang, menyelaraskan sifat-sifat yang berbeda. Awalnya semua berjalan dengan lancar, kami jalan bersama, makan bersama, nongkrong bersama, beli tas bersama, bernyanyi bersama, semua terasa sangat indah. Sampai akhirnya kabar itu datang. Jasmine, anggota LS yang keturunan Arab itu, harus pindah ke Italia untuk mengikuti program pertukaran pelajar.
No comments:
Post a Comment